<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/38284529?origin\x3dhttp://voip80-soft.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Tuesday, January 02, 2007

1). Gnoppix

Sistem ini memakai paket Ubuntu Live sebagai dasar. Anda bisa melihatnya sejak start-up, karena prosesnya sama saja dengan proses start-up Mono (lihat keterangannya di halaman sebelah). Bedanya, waktu start-up-nya terasa sedikit lebih cepat, dan desktop-nya menampilkan wallpaper yang cukup segar.
Semua peranti yang kami hubungkan, yaitu card reader dan kamera digital, terdeteksi dengan baik. Mengimpor dan menaruh data-data ke dalamnya mudah. Sama seperti Mono, setiap folder yang Anda buka akan terlihat dalam jendela baru.
Sistem Microsoft Windows pun dikenalinya dengan baik. Dokumen yang ada di dalamnya juga bisa kita buka. Dengan aplikasi OpenOffice.org yang menjadi bawaannya, kami bisa menyunting dan membuat dokumen berformat DOC, kemudian menyimpannya kembali.
Aplikasi Office yang juga disertakan adalah AbiWord. Dalam catatan kami, games yang disertakannya relatif banyak. Untuk memutar video, ada Totem Movie Player. Mainkan berkas audio dengan Rhythmbox, dan olah foto dengan The Gimp.


2). Knoppix

Bagi kami, tampilan dan isi Knoppix kurang mengesankan. Padahal, sistem ini termasuk salah satu pelopor gerakan LiveCD.
Desktop-nya dingin, kurang menggairahkan. Walau demikian, ada kejutan yang cukup menarik. Saat kami menjelajah menunya, ada OpenOffice.org 2.0 dalam paket Office, yang sesungguhnya masih versi beta. Silakan periksa, tampilan aplikasi itu sedikit berbeda dari versi 1.1.
Periferal kami, card reader Apacer dan kamera Kodak EasyShare DX4530 terdeteksi dengan baik. Data di sistem Windows dan Mandriva pun bisa kita longok dan panggil. Anehnya, sistem yang kami coba tidak bisa menyimpan apa pun, baik ke sistem Windows, atau pun ke kartu memori. Benar-benar mengganggu.
Fasilitas multimedia yang tersedia terbilang kurang. Yang berderet lengkap adalah fasilitas internet.
Satu yang memuaskan dari sistem yang memakai windows manager KDE ini adalah waktu start-up dan konfigurasinya yang hanya 2 menit. Ini tergolong cepat.


4). Linspire

Tampilannya benar-benar segar, bahkan cenderung mirip dengan desktop Microsoft Windows XP. Padahal, window manager-nya merupakan pengembangan dari sistem tampilan KDE.
Tombol [Start] menjadi [Launch]. Pengaturan menunya tidak akan menyulitkan Anda yang terbiasa dengan Windows. Kelompok program dikelompokkan dalam submenu Run Programs.
Set ikonnya pun mirip dengan style ikon XP. Penuh dengan warna biru dan hijau.
Bahkan, istilah yang dipakai untuk folder pengguna pun sama: My Documents, My Photo, My Music, My Computer, dan lainnya.
Waktu start-up dan konfigurasinya sekitar 4 menit. Anda tinggal tekan [Enter], maka pengaturannya akan berjalan secara otomatis.
Periferal yang kami tancapkan, kamera digital dan card reader, terbaca dengan baik. Sistem Windows dan Mandrake, yang terpasang di hard disk juga bisa kami akses dengan baik.
Aplikasi yang tersedia terbilang cukup. Mulai dari aplikasi office, sampai multimedia ada. RealPlayer, aplikasi pemutar file audio dan penerima audio streaming via internet, yang diakrabi sebagaian pengguna Windows, juga bisa Anda temukan di sini.
Beberapa aplikasi dikembangkan sendiri oleh Linspire. Internet browser-nya, misalnya, merupakan pengembangan dari Mozilla. Anda juga akan menemukan aplikasi Lphoto untuk pengelolaan album foto.


5). MCNLive

Satu hal yang bikin kaget adalah tampilan desktop-nya yang otomatis berbahasa Belanda. Wajar, wong MCNLive merupakan distro yang lahir dari tangan komunitas pencinta distro Mandrake di Belanda (MandrakeClub NL).
Anda yang terbiasa dengan Mandrake tidak bakal terlalu kesulitan mengubah setelan bahasanya. Tinggal cari ikon KDE Control Center di menu [K], lalu raba ke bagian pengaturan bahasa.
Ada cara yang lebih gampang. Perhatikan ikon bergambar bendera belanda di bagian system tray. Klak-klik di atasnya sampai berganti jadi gambar bendera Amerika Serikat, maka setelan bahasanya akan berubah.
Daleman-nya sendiri sangat Mandrake (sekarang Mandriva). Sistem ini memang dirilis berbasiskan Mandrake LE. Kecuali tidak adanya OpenOffice.org, yang tergantikan dengan KOffice, aplikasi di dalamnya relatif sama dengan paket Mandrake umumnya.
Yang kami catat adalah waktu start-up dan konfigurasinya yang begitu cepat, hanya sekitar 2 menit. Tanpa perlu menekan apa pun, sistemnya langsung melakukan konfigurasi otomatis.
Sistem dengan mudah mengenali kamera digital dan card reader yang kami tancapkan. Membuka isinya dan menyimpan ke dalamnya juga bukan soal. Partisi Windows dan Linux Mandrake yang terpasang di hard disk pun bisa kami akses dengan mudah.


6). MonoLive

Paket Linux yang berbasiskan sistem Ubuntu Live ini punya beberapa aplikasi khas, yang tidak Anda temukan di paket Live CD sejenis. Ada Muine sebagai pemutar audio, F-Spot Photo Album untuk mengelola foto dan gambar, Tomboy untuk membuat notes, dan Beagle Desktop Search untuk pencarian di desktop.
Aplikasi-aplikasi itu cukup menarik. F-Spot Photo Album dapat mengimpor foto yang kami ambil dengan kamera digital Kodak EasyShare DX4530. Begitu juga dengan Muine yang lancar memainkan koleksi musik MP3.
Sayang, Beagle Desktop Search tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Program ini tidak bisa mencari kata kunci apa pun yang kami masukkan.
Waktu start-up (boot + konfigurasi) paket Live CD yang memakai tampilan GNOME 2.10 ini sekitar 5 menit. Begitu desktop-nya terbuka, card reader Apacer yang kami pakai langsung dikenalinya.
Yang agak mengganggu adalah ketidakmampuannya mengenali sistem lain, seperti Windows atau Mandriva, yang telah terpasang di hard disk. Terpaksa, deh, hanya bisa menyimpan data ke sistemnya atau ke kartu memori.
Tidak adanya aplikasi Office yang lengkap, seperti KOffice, atau OpenOffice.org, juga merupakan masalah bagi kami. PRAM